KPPU Desak Percepatan Revisi UU Persaingan Usaha



photo

JAKARTA, 8 NOVEMBER 2025 — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah menjadi kebutuhan mendesak di tengah percepatan transformasi ekonomi digital.

Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menegaskan, aturan yang berlaku saat ini tidak lagi mampu menjawab tantangan baru di pasar modern yang berbasis data dan kecerdasan buatan (AI).

Salah satu isu penting yang perlu diantisipasi adalah munculnya kolusi algoritmik (algorithmic collusion) — ketika sistem algoritma secara otomatis mengatur harga tanpa kesepakatan eksplisit antar pelaku usaha.

“Dominasi pasar kini tidak lagi sebatas kesepakatan harga atau wilayah. Kita menghadapi penyalahgunaan data, diskriminasi algoritmik, dan praktik predatory pricing berbasis AI yang belum terjangkau hukum lama,” ujar Ifan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (6/11/2025).

Ia menjelaskan, sistem algoritmik mampu membuat harga pasar menjadi seragam tanpa interaksi langsung antar perusahaan, kondisi yang disebut collusion without contact. Fenomena ini sulit dibuktikan karena tidak meninggalkan jejak komunikasi, tetapi dampaknya nyata terhadap kompetisi dan konsumen.

KPPU menilai, tanpa pembaruan hukum yang adaptif, penyalahgunaan teknologi dan data bisa menciptakan ketimpangan pasar, menghambat inovasi, serta merugikan masyarakat. Oleh sebab itu, KPPU mengusulkan agar revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 mencakup definisi baru tentang pasar bersangkutan, penyalahgunaan posisi dominan, serta dominasi berbasis algoritma dan data.

Selain itu, KPPU juga mendorong pengakuan terhadap bukti tidak langsung (indirect evidence) seperti data ekonomi dan komunikasi digital untuk memperkuat proses pembuktian di ranah digital yang sering kali tidak memiliki dokumen tertulis.

Dari sisi kelembagaan, Ifan menilai reformasi struktur organisasi KPPU juga perlu dilakukan agar lembaga ini dapat bekerja lebih independen dan efektif. Pembenahan di bidang kesekretariatan, kepegawaian, serta pemisahan fungsi administratif dan fungsional disebut penting untuk dimasukkan dalam amandemen mendatang.

KPPU juga mengusulkan pembentukan kantor perwakilan di tingkat provinsi guna memperkuat desentralisasi penegakan hukum persaingan usaha di daerah.

Menurut Ifan, revisi UU ini bukan sekadar pembaruan teknis, tetapi langkah strategis menentukan arah kebijakan ekonomi nasional di masa depan.

“Pertumbuhan ekonomi modern tidak bisa lagi bergantung pada modal dan tenaga kerja. Daya saing bangsa ditentukan oleh kemampuan berinovasi dalam sistem ekonomi yang terbuka dan kompetitif,” ujarnya, mengutip pandangan peraih Nobel Ekonomi 2025, Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt.

Ia optimistis, reformasi hukum yang tepat akan memperkuat keadilan ekonomi nasional, membuka ruang lebih luas bagi pelaku usaha kecil dan menengah, serta menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan.

“Revisi UU ini bukan semata kepentingan kelembagaan, tapi kebutuhan nasional agar Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi digital global,” tegasnya.