Polisi Pastikan Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Tidak Terkait Radikalisme Online
Jakarta, Selasa 18 November 2025 – Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri tengah mengusut perekrutan 110 anak-anak dan pelajar berusia 10-18 untuk bergabung dalam jaringan teroris lewat media sosial. Namun, Polri menegaskan bahwa pelaku ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta pada 7 November 2025 tidak berkaitan dengan jaringan radikalisme dan terorisme online, meski pelakunya juga merupakan pelajar.
Hal ini disampaikan Karopenmas Polri Brigjen (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko, pelaku teror SMAN 72 nekat melancarkan aksinya karena lebih dipengaruhi faktor psikologis dan sosial, daripada pengaruh ideologi ekstrem.
“Salah satu kasus menonjol adalah peristiwa pengeboman di kita ketahui, kejadian yang ada di SMA Negeri 72 Jakarta Utara pada 7 November 2025 yang lalu yang melibatkan anak, meskipun fenomena tersebut berbeda dengan radikalisasi online,” kata Trunoyudo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Dalam asesmen Densus 88,pelaku bertindak karena menjadi korban perundungan atau bullying serta meniru pola aksi penembakan massal di luar negeri.
“Pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dari rekannya dan meniru pelaku penembakan massal di luar negeri sebagai metode untuk melakukan aksi balas dendam dan bukan melakukan aksi karena keyakinan atas salah satu paham atau ideologi,” tegasnya.
Trunoyudo mengatakan, kerentanan anak terhadap kekerasan, termasuk radikalisasi, dipengaruhi sejumlah faktor sosial seperti bullying, kurangnya perhatian keluarga, broken home, pencarian identitas/jati diri, marginalisasi sosial, rendahnya literasi digital, serta minimnya pemahaman agama.
Faktor-faktor tersebut, kata Trunoyudo, sering menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok teror untuk menarik anak melalui ruang digital, walaupun dalam kasus SMA 72 mekanismenya berbeda.
Trunoyudo menegaskan bahwa Polri bersama BNPT, KPAI, LPSK, dan kementerian terkait berkomitmen meningkatkan upaya perlindungan anak dari radikalisasi, eksploitasi ideologi, maupun kekerasan digital.
“Polri menegaskan komitmen untuk melindungi anak-anak Indonesia, beserta seluruh kementerian dan lembaga, dan BNPT, KPAI, dan LPSK, serta seluruh kementerian stakeholder terkait, terhadap dari ancaman radikalisasi eksploitasi ideologi maupun kekerasan digital untuk melindungi anak-anak Indonesia, serta terus bekerja sama dengan seluruh unsur-unsur pemerintah serta masyarakat,” pungkas dia.